ah akhirnya jadi juga,, cerpen keduaku.. setelah lama terpendam di pojok pikiran akhirnya berhasil juga kumuntahkan.. so cekedot..
Matahari bersinar seramah senyuman bayi kecil yang baru bertemu ibunya. Angin mencandai anak-anak yang hendak menerbangkan layangannya. Sore yang sempurna. Bahkan untuk hati yang selalu bersemangat pun sore ini begitu istimewa. Ya sore ini pertandingan itu akan dimulai. Pertandingan terpenting dalam hidup Garna. Sebuah pertandingan final voli 17an antarkampung.
Meski hanya sebuah pertandingan voli antar kampung, pertandingan ini sangat dinanti Garna. Dia menunggunya dengan perasaan yang membara. Cahaya di matanya menunjukkan semangat yang takkan patah oleh apapun. Tentu saja itu semua Garna lakukan demi seseorang. Ima. Gadis yang telah mencuri hatinya. Gadis yang telah menciptakan kerinduan yang dalam di setiap malam-malam yang dilalui Garna. Seorang dara kampung yang telah memberikan nyawa kecil pada jiwa Garna yang lama tenggelam. Keindahan yang telah mewarnai hati suram Garna. Seorang yang memberikan mimpi pada malam-malam hampa Garna. Sebuah mimpi yang sangat indah.
Garna dengan malas sedang mengajari keponakannya bermain voli dilapangan. Dia baru pulang dari melamar kerja yang entah sudah berapa kali dia jalani dan hasilnya selalu sama. Nihil. Mencari pekerjaan memang tak semudah yang dia bayangkan, apalagi dia hanyalah seorang lulusan sebuah SMA pinggiran di kotanya. Saat dia mengajari bagaimana caranya menserve bola voli, tak sengaja bolanya terpental agak jauh setelah menyentuh lapangan seberang dengan posisi yang sempurna. Ketika akan Garna berlari untuk mengambilnya, ada sebuah tangan berkilat-kilat. Putih dan mulus. Menyerahkan bola yang tadi datang ke arahnya, "Ini bolanya Mas". Melihat seempunya tangan itu jantung Garna terhenyak seketika, seakan-akan malaikat maut sedang mencumbui ubun-ubunnya. Sebentuk wajah yang menyunggingkan sebentuk senyuman yang sangat indah. Sosok yang sangat indah.
Garna masih hanya terpaku dan bisu.
"Pukulannya bagus mas, suka main voli ya?". Sambil menyerahkan bola.
Demi mendengar suara itu Garna tersadar dari ketakjubannya.
"oh... ii... yyaa.." Tangannya meraih bola itu.
"Pasti ikut pertandingan voli besok ya?" Tanya sosok itu dengan senyum yang makin membuat Garna lemas sekujur tubuhnya, seperti dicabuti seluruh tulang-tulangnya.
"ii..yyaa.."
"pasti bagus mainnya, aku juga ikut lho tapi bagian putri"
"Imaaaa!!" Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan dari jauh.
"Ayo pergi, kita harus latihan!!"
"iya bentar"
"Sampai ketemu di pertandingan ya Mas" Dia berkata pada Garna dan lalu lari menuju keteman-temannya sambil terus memasang senyum yang membuat Garna hanya terdiam.
"ii..yyaa" kata Garna. Tapi sudah terlambat, sosok itu sudah jauh pergi membawa hati Garna pergi. Hilang dari tempatnya.
Kejadian itu masih jelas terlihat di penglihatan Garna. Sangat jelas. Perasaan yang membuatnya yang sebenarnya tidak ikut dalam tim voli dalam kampungnya langsung mendaftarkan diri. Perasaan yang membuatnya sangat bersemangat dalam setiap latihan. Perasaan yang membuatnya harus menang dalam setiap pertandingan. Perasaan yang kini membawanya berdiri menoleh kiri kanan mencari sosok itu. Ima. Sejak pertandingan pertama hingga sekarang Garna belum pernah melihatnya lagi. Tapi dia selalu yakin bahwa entah dimana, entah kapan pasti Ima akan melihatnya bertanding. Dan disini di pertandingan final ini harapannya kembali menggebu. Tapi entah kenapa masih tak juga di temukannya sosok Ima.
Garna tak langsung patah walau tak menemukan sosok Ima. Dia percaya bahwa sosok yang telah mencuri hatinya itu akan melihat pertandingannya. Maka tak ada alasan untuknya mengalah. Pertandingan pun berakhir. Tim Garna kalah. 3-2. Pertandingan yang sangat ketat. Walau kalah Garna terpilih sebagai pemain terbaik pada pertandingan itu. Dia tak kecewa akan kekalahan itu. Sama sekali tidak. Tapi ada sebuah perasaan kecewa lain yang perlahan keluar dan menjalar mengerogoti seluruh tubuhnya. Perasaan yang terbit dari dalamnya hati. Sosok yang sudah mewarnai mala-malamnya, Ima masih belum juga terlihat. Hingga lapangan itu sepi pun Garna masih menunggu berharap Ima datang. Tapi tidak yang datang padanya adalah kesepian yang semakin lama semakin menusuk. Kerinduan yang sangat menyesakkan. Dia hanya ditemani air mata yang perlahan jatuh mencumbui tanah. Air mata yang bercampur dengan darah. Darah dari tangan Garna. Piala pemain terbaiknya yang terbuat dari kaca itu dia remas hingga pecah.
Garna masih melamun menatap jaring net yang menggantung di antara dua tiang. Dia berdiri melamun di sebuah gedung olah raga. GOR Padepokan Bola Voli, Sentul.
"Hey jangan melamun, ayo bersihkan besok pertandingannya!!" Seorang pria setengah baya berteriak pada Garna.
"ii..yyaa.. Pak" Jawab Garna sambil mulai kembali membersihkan GOR itu.
Besok akan ada pertandingan semifinal proliga antara Samator melawan Yuso Gunadarma jadi gedung ini terutama lapangannya harus dibersihkan. Dan Garnalah yang bertugas untuk membersihkannya.
Ya semenjak kejadian itu Garna memang sering sekali melamun. Dan dia sudah tidak pernah lagi bermain voli. Ada perasaan yang menjerat-jerat hatinya tiap kali memegang bola. Tapi perasaannya tak bisa di bohongi, dia masih menyimpan harapan untuk bertemu Ima. Alasan yang membuatnya bekerja disini. Alasan yang membuatnya selalu datang disini. Alasan yang membuatnya tetap hidup. Dia percaya suatu hari nanti sosok dengan senyuman yang indah itu akan datang lagi. Dan kemudian menyalakan lagi pelita di hatinya.
Sebentuk Senyuman
Matahari bersinar seramah senyuman bayi kecil yang baru bertemu ibunya. Angin mencandai anak-anak yang hendak menerbangkan layangannya. Sore yang sempurna. Bahkan untuk hati yang selalu bersemangat pun sore ini begitu istimewa. Ya sore ini pertandingan itu akan dimulai. Pertandingan terpenting dalam hidup Garna. Sebuah pertandingan final voli 17an antarkampung.
Meski hanya sebuah pertandingan voli antar kampung, pertandingan ini sangat dinanti Garna. Dia menunggunya dengan perasaan yang membara. Cahaya di matanya menunjukkan semangat yang takkan patah oleh apapun. Tentu saja itu semua Garna lakukan demi seseorang. Ima. Gadis yang telah mencuri hatinya. Gadis yang telah menciptakan kerinduan yang dalam di setiap malam-malam yang dilalui Garna. Seorang dara kampung yang telah memberikan nyawa kecil pada jiwa Garna yang lama tenggelam. Keindahan yang telah mewarnai hati suram Garna. Seorang yang memberikan mimpi pada malam-malam hampa Garna. Sebuah mimpi yang sangat indah.
Garna dengan malas sedang mengajari keponakannya bermain voli dilapangan. Dia baru pulang dari melamar kerja yang entah sudah berapa kali dia jalani dan hasilnya selalu sama. Nihil. Mencari pekerjaan memang tak semudah yang dia bayangkan, apalagi dia hanyalah seorang lulusan sebuah SMA pinggiran di kotanya. Saat dia mengajari bagaimana caranya menserve bola voli, tak sengaja bolanya terpental agak jauh setelah menyentuh lapangan seberang dengan posisi yang sempurna. Ketika akan Garna berlari untuk mengambilnya, ada sebuah tangan berkilat-kilat. Putih dan mulus. Menyerahkan bola yang tadi datang ke arahnya, "Ini bolanya Mas". Melihat seempunya tangan itu jantung Garna terhenyak seketika, seakan-akan malaikat maut sedang mencumbui ubun-ubunnya. Sebentuk wajah yang menyunggingkan sebentuk senyuman yang sangat indah. Sosok yang sangat indah.
Garna masih hanya terpaku dan bisu.
"Pukulannya bagus mas, suka main voli ya?". Sambil menyerahkan bola.
Demi mendengar suara itu Garna tersadar dari ketakjubannya.
"oh... ii... yyaa.." Tangannya meraih bola itu.
"Pasti ikut pertandingan voli besok ya?" Tanya sosok itu dengan senyum yang makin membuat Garna lemas sekujur tubuhnya, seperti dicabuti seluruh tulang-tulangnya.
"ii..yyaa.."
"pasti bagus mainnya, aku juga ikut lho tapi bagian putri"
"Imaaaa!!" Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan dari jauh.
"Ayo pergi, kita harus latihan!!"
"iya bentar"
"Sampai ketemu di pertandingan ya Mas" Dia berkata pada Garna dan lalu lari menuju keteman-temannya sambil terus memasang senyum yang membuat Garna hanya terdiam.
"ii..yyaa" kata Garna. Tapi sudah terlambat, sosok itu sudah jauh pergi membawa hati Garna pergi. Hilang dari tempatnya.
Kejadian itu masih jelas terlihat di penglihatan Garna. Sangat jelas. Perasaan yang membuatnya yang sebenarnya tidak ikut dalam tim voli dalam kampungnya langsung mendaftarkan diri. Perasaan yang membuatnya sangat bersemangat dalam setiap latihan. Perasaan yang membuatnya harus menang dalam setiap pertandingan. Perasaan yang kini membawanya berdiri menoleh kiri kanan mencari sosok itu. Ima. Sejak pertandingan pertama hingga sekarang Garna belum pernah melihatnya lagi. Tapi dia selalu yakin bahwa entah dimana, entah kapan pasti Ima akan melihatnya bertanding. Dan disini di pertandingan final ini harapannya kembali menggebu. Tapi entah kenapa masih tak juga di temukannya sosok Ima.
Garna tak langsung patah walau tak menemukan sosok Ima. Dia percaya bahwa sosok yang telah mencuri hatinya itu akan melihat pertandingannya. Maka tak ada alasan untuknya mengalah. Pertandingan pun berakhir. Tim Garna kalah. 3-2. Pertandingan yang sangat ketat. Walau kalah Garna terpilih sebagai pemain terbaik pada pertandingan itu. Dia tak kecewa akan kekalahan itu. Sama sekali tidak. Tapi ada sebuah perasaan kecewa lain yang perlahan keluar dan menjalar mengerogoti seluruh tubuhnya. Perasaan yang terbit dari dalamnya hati. Sosok yang sudah mewarnai mala-malamnya, Ima masih belum juga terlihat. Hingga lapangan itu sepi pun Garna masih menunggu berharap Ima datang. Tapi tidak yang datang padanya adalah kesepian yang semakin lama semakin menusuk. Kerinduan yang sangat menyesakkan. Dia hanya ditemani air mata yang perlahan jatuh mencumbui tanah. Air mata yang bercampur dengan darah. Darah dari tangan Garna. Piala pemain terbaiknya yang terbuat dari kaca itu dia remas hingga pecah.
Garna masih melamun menatap jaring net yang menggantung di antara dua tiang. Dia berdiri melamun di sebuah gedung olah raga. GOR Padepokan Bola Voli, Sentul.
"Hey jangan melamun, ayo bersihkan besok pertandingannya!!" Seorang pria setengah baya berteriak pada Garna.
"ii..yyaa.. Pak" Jawab Garna sambil mulai kembali membersihkan GOR itu.
Besok akan ada pertandingan semifinal proliga antara Samator melawan Yuso Gunadarma jadi gedung ini terutama lapangannya harus dibersihkan. Dan Garnalah yang bertugas untuk membersihkannya.
Ya semenjak kejadian itu Garna memang sering sekali melamun. Dan dia sudah tidak pernah lagi bermain voli. Ada perasaan yang menjerat-jerat hatinya tiap kali memegang bola. Tapi perasaannya tak bisa di bohongi, dia masih menyimpan harapan untuk bertemu Ima. Alasan yang membuatnya bekerja disini. Alasan yang membuatnya selalu datang disini. Alasan yang membuatnya tetap hidup. Dia percaya suatu hari nanti sosok dengan senyuman yang indah itu akan datang lagi. Dan kemudian menyalakan lagi pelita di hatinya.
3 komentar:
pengalaman pribadi ki??
kekekeke
ada dech...
sad ending atau happy ending nih??
hohoho
sepertinya masih menunggu..
Posting Komentar
Sepatah komentar anda sangat bermanfaat bagi saya. *senyum lima belas centi*